Sabtu, 09 Juni 2012

Ketika Ahlul Ilmi Berpulang


1.      Para Kyai Sepuh telah banyak yang wafat, apa sebenarnya yang hilang dari pesantren ketika Kyai sepuhnya telah wafat?

Kematian adalah sunnatullah yang berlaku bagi semua makhluq yang berjiwa, termasuk manusia.  Dari orang biasa hingga para ulama dan para nabi. Mestinya ia menjadi peristiwa yang lumrah dan biasa. Namun tidak demikian permasalahannya ketika yang wafat adalah seorang ulama, seorang Kyai sepuh. Meninggalnya seorang ulama akan diikuti pula dengan hilangnya ilmu yang dimiliki. Seperti yang dijelaskan oleh Rasulullah saw, bahwa Allah swt tidak mengambil ilmu dengan mencabutnya dari dada pemiliknya, tapi Allah mengambil ilmu dengan mengambil para ulama. Jadi, dari satu sudut pandang, kepergian ulama adalah sebuah kehilangan besar. Tidak hanya kehilangan orangnya, tetapi lebih dari itu adalah hilangnya ilmu, teladan, kearifan, hikmah dan lain-lain.  Namun dari sudut pandang yang lain, kepergian seorang ulama hanyalah perpisahan yang bersifat jasmaniyah. Karena ruh tarbiyah, keilmuan, dan keteladanan yang beliau berikan akan senantiasa menyertai yang ditinggalkannya secara ruhaniyyah.
Seperti ungkapan seorang penyair
أَخُوْ الْعِلْمِ حَيٌّ خَاِلدٌ بَعْدَ مَوْتِهِ # وَأَوْصَالُهُ تَحْتَ التُّرَابِ رَمِيْمُ
Orang alim akan senantiasa hidup kekal setelah kematiannya, sementara  tulang-belulangnya hancur berserakan di bawah tanah.

2.      Apa yang harus dilakukan oleh pesantren untuk melanjutkan perjuangan Kyai Sepuh?

Sebagai pewaris para nabi, tugas besar ulama adalah mewariskan keilmuan kepada generasi penerusnya. Dan adalah tugas generasi penerusnya untuk berupaya menjaga, melestarikan, dan mengembangkan warisan keilmuan tersebut. Itu memang bukan tugas yang ringan. Tetapi itulah satu-satunya cara untuk melanjutkan perjuangan para ulama, para kyai sepuh. Para putra masyayekh utamanya akan berdiri di garis paling depan. Meneruskan perjuangan para masyayekh sepuh. Mereka akan siap mempertahankan kebesaran nama para pendahulu. Bahkan berusaha menggapai kemuliaan, keagungan, dan kebesaran melebihi apa yang telah digapai para pendahulunya.  Selain itu, pesantren harus terus melakukan kaderisasi keulamaan secara terus menerus dan berkesinambungan.

3.      Bagaimana cara mengganti kearifan dan kebijakan yang telah beliau lakukan selama ini untuk terus menghidupkan pondok pesantren?

Tiada jawaban lain kecuali dengan cara meneladaninya. Mengambil inti sari dari kearifan dan kebijakan para kyai sepuh dan kemudian menerapkannya sesuai dengan zaman yang dihadapinya. Sebab yang dihadapi oleh generasi penerus tentulah bukan zaman yang dihadapi para masyayekh sepuh. Karena itu dituntut kearifan tertentu untuk menerjemahkan kearifan dan kebijakan para masyayekh sepuh. Hal itu sesuai dengan motto pesantren yang selama ini dianut yaitu “Almuhafadhoh Alal Qodimis Sholih, wal Akhdzu bil Jadidil Aslah” (mempertahankan hal lama yang baik dan mengambil hal baru yang lebih baik). 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar