1.
Para
Kyai Sepuh telah banyak yang wafat, apa sebenarnya yang hilang dari pesantren
ketika Kyai sepuhnya telah wafat?
Kematian adalah sunnatullah yang berlaku bagi semua makhluq yang
berjiwa, termasuk manusia. Dari orang
biasa hingga para ulama dan para nabi. Mestinya ia menjadi peristiwa yang
lumrah dan biasa. Namun tidak demikian permasalahannya ketika yang wafat adalah
seorang ulama, seorang Kyai sepuh. Meninggalnya seorang ulama akan diikuti pula
dengan hilangnya ilmu yang dimiliki. Seperti yang dijelaskan oleh Rasulullah
saw, bahwa Allah swt tidak mengambil ilmu dengan mencabutnya dari dada
pemiliknya, tapi Allah mengambil ilmu dengan mengambil para ulama. Jadi, dari
satu sudut pandang, kepergian ulama adalah sebuah kehilangan besar. Tidak hanya
kehilangan orangnya, tetapi lebih dari itu adalah hilangnya ilmu, teladan,
kearifan, hikmah dan lain-lain. Namun
dari sudut pandang yang lain, kepergian seorang ulama hanyalah perpisahan yang
bersifat jasmaniyah. Karena ruh tarbiyah, keilmuan, dan keteladanan yang beliau
berikan akan senantiasa menyertai yang ditinggalkannya secara ruhaniyyah.
Seperti ungkapan seorang penyair
Seperti ungkapan seorang penyair
أَخُوْ الْعِلْمِ حَيٌّ
خَاِلدٌ بَعْدَ مَوْتِهِ # وَأَوْصَالُهُ تَحْتَ التُّرَابِ رَمِيْمُ
Orang alim akan senantiasa hidup kekal setelah kematiannya,
sementara tulang-belulangnya hancur
berserakan di bawah tanah.
2.
Apa
yang harus dilakukan oleh pesantren untuk melanjutkan perjuangan Kyai Sepuh?
Sebagai pewaris para nabi, tugas besar ulama adalah mewariskan
keilmuan kepada generasi penerusnya. Dan adalah tugas generasi penerusnya untuk
berupaya menjaga, melestarikan, dan mengembangkan warisan keilmuan tersebut.
Itu memang bukan tugas yang ringan. Tetapi itulah satu-satunya cara untuk
melanjutkan perjuangan para ulama, para kyai sepuh. Para putra masyayekh
utamanya akan berdiri di garis paling depan. Meneruskan perjuangan para
masyayekh sepuh. Mereka akan siap mempertahankan kebesaran nama para pendahulu.
Bahkan berusaha menggapai kemuliaan, keagungan, dan kebesaran melebihi apa yang
telah digapai para pendahulunya. Selain
itu, pesantren harus terus melakukan kaderisasi keulamaan secara terus menerus
dan berkesinambungan.
3.
Bagaimana
cara mengganti kearifan dan kebijakan yang telah beliau lakukan selama ini
untuk terus menghidupkan pondok pesantren?
Tiada jawaban lain kecuali dengan cara meneladaninya. Mengambil
inti sari dari kearifan dan kebijakan para kyai sepuh dan kemudian
menerapkannya sesuai dengan zaman yang dihadapinya. Sebab yang dihadapi oleh
generasi penerus tentulah bukan zaman yang dihadapi para masyayekh sepuh.
Karena itu dituntut kearifan tertentu untuk menerjemahkan kearifan dan
kebijakan para masyayekh sepuh. Hal itu sesuai dengan motto pesantren yang
selama ini dianut yaitu “Almuhafadhoh Alal Qodimis Sholih, wal Akhdzu bil
Jadidil Aslah” (mempertahankan hal lama yang baik dan mengambil hal baru
yang lebih baik).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar